Resume buku
“Agama Asli Indonesia” karya R.Subagya
v Konsepsi penulis
1. Ketuhanan dalam agama asli Indonesia
A.
Teisme
Mengakui
Tuhan sebagai asal mula dan pemilik Dunia yang aktif mengurus dan membimbing
alam dunia serta manusia, yang penyebutannya berbeda-beda di setiap daerahnya
seperti; di Sumatera (Batak) menyebut-Nya Ompu Tuan Mula Jadi Na Bolon,
Debata dan Mahatala. Di pulau Jawa menyebut-Nya Hyang, di
Bali menyebut-Nya Sang Hyang Tunggal ,tetapi hanya untuk menyebut salah
satu dari banyak dewa. Di pulau Kalimantan menyebut-Nya Maharaja Kulung
Rahun, Datu Kumahing Langit, Raja Tantaling Langit, Ile Tungka Kahiangan
dan lain-lain.
B.
Deisme
Dalam
paham ini terdapat berbagai jenjang dari menolak Tuhan sebagai mewahyukan diri,
menuntun hukum moral sampai meyelenggarakan tata alam. Nama-nama ketuhanan yang begitu banyak yaitu
Kepercayaan kepada Tuhan yang jauh dari manusia, yang tidak campur tangan dalam
urusan duniawi sehingga kebanyakan orang hanya mengujarkan nama-nama melalui
bibir saja tetapi jarang mengarahkannya dalam hati. yang akhirnya Tuhan hanya
diakui sebagai arsitek dunia yang meninjau dari jarak jauh kesibukan manusia
tanpa melibatkan diri dalam nasib malang ciptaan-Nya.
Orang
Jawa memakai ungkapan tan keno kinaya apa (gaib), tan kena winirasa
(yang tak dapat direkakan oleh pikiran manusia). Di Sikka pengucapan nama Tuhan
dilarang. Di Sumba istilah Tuhan Ndappa teki tamo, numa ngara (yang tak
dapat disebut namanya dan tak dapat diucap gelarnya). Di Toraja Tuhan diucapkan
dalam bahasa rahasia.
C.
Mitologi
Alam
Dalam
paham ini Tuhan Yang Maha Esa diganti entah dengan badan angkasa, roh halus
atau arwah nenek moyang yang dianggap sebagai perantara yang mempunyai urusan
ddengan hidup manusia. Ini tidak lah dengan sendirinya disebut
politeisme/syirik. Adanya Tuhan tidak disangkal, hanya dianggap tidak relevan
untuk manusia. Dalam hal ini badan angkasa dipandang sebagai lambang keilahian
tetapi lambang itu akhirnya menggeserkan Dia yang dilambangkan.
Di Indonesia
terdapat tiga jalan pemikiran yaitu:
1)
Mengganti
Tuhan Pencipta dengan ciptaan-Nya yaitu tata alam tak berpribadi yang menaungi
isi dunia. Dalam jalan pemikiran ini, langit merupakan ukuran bagi perilaku
manusia. Langit merupakan cita rasa dari segala yang utama, kubah kekal yang
melengkapi segala gerakan alam serta melambangkan aturan tetap tak berubah
selaku pola harapan manusia yang menderita karena mengalami sekian banyak
musibah yang tak tentu. Dengan itulah langit memberikan orientasi kepada para
pesiar dalam kerisauan hidup. Lalu manusia melakukan upacara yang menghadirkan
tata tertib kosmis yang stabil sehingga menghasilkan kebahagiaan dan
kelestarian bagi manusia. Contohnya mesbah/altar bundar dari batu di sebuah
desa di Flores.
2)
Mempersonifikasikan
alam sebagai pribadi yang berkuasa atas manusia. Anggapan itu terutama yang
menerangkan asal-mula dunia dan manusia yang diterapkan dalam penciptaan
mitologi aneka warna. Di dalamnya alam semesta dibagi atas dua/tiga unsur
utama.
Contohnya; di
Flores tengah (suku Ngada) mereka memakai nama Mori Meze (dewa langit)
dan Nitis (dewa bumi) dan suku lio memakai nama Dua Langit dan Nggae.
Di kepulauan Aru, Kei dan Tanimbar terdapat kepercayaan kepada dewa langit
atau matahari, dewi bulan dan dewi bumi yang dipersatukan dalam Duad Ler
Wulan.
3)
Merupakan
suatu bentuk campuran dan gabungan didalamnya unsur asing mudah mendapat
tempat. Unsur umum yang terdapat pada segala bentuk agama asli adalah
simbolisasi keadaan di atas manusia. Untuk itu umumnya dipergunakan lambang
gunung dan pohon, kedua lambang berdwiarti. Gunung yang puncaknya menjulang di
atas awan diartikan senilai dengan langit dan dapat pula diartikan tertutup
dengan rimba raya penuh roh halus. Pohon adalah lambang yang tinggi (yang
mengasalakan, pintu surga, medan perjuangan manusia dengan tenaga alam, huta
yang penuh dengan tantangan bagi orang yang hendak mengatasinya dsb).
D.
Animisme
dan manisme
Paham
deisme dan mitologi alam menghasilkan suatu jarak jauh antara manusia dan
ketuhanan sehingga hakikat rohani dari Tuhan menjadi kabur dan terlupa. Untuk
menjembatani jarak jauh tersebut manusia mengkhayalkan adanya macam ragam
makhluk rohani yang mendampinginya dari dekat yang disebut animisme yang
berarti luas bermaksud setiap andalan terdapat unsur rohani (jiwa, nyawa,
semangat dsb) di samping unsur jasmani entah di dalam ataupun di luar manusia. Dalam arti lebih khusus
animisme menunjukkan kepercayaan akan roh-roh halus yang berdiri lepas dari
manusia dan yang campur dalam urusan insani.
Animisme
mengisi kekosongan iman ketuhanan dengan mengkhayalkan dewa-dewi dan roh
pengantara, biasanya dibedakan antara mereka yang membantu serta yang memusihi
dan mengganggu manusia. Jenis yang kedua harus dilembutkan dengan ritual
seperti ancak, sesaji, mantera, kurban makanan atau bunga. Menurut
penggolongan ilmiah mereka dapat dibagi tiga yaitu; raja atau dewa-dewi
pengantara, roh-roh baik dan jahat, serta arwah para leluhur. Contoh nama raja
atau dewa-dewi pengantara, roh-roh baik dan jahat, serta arwah para leluhur di
pulau Jawa seperti; Dewi, Kiai, Ni Ageng, Mbah, Raden Bagus, Nabi tapi tidak
selalu. Beberapa dari nama itu dianggap searti.
E.
Dewaraja
Cara
lain untuk memenuhi kebutuhan manusia akan Tuhan yang dekat adalah paham hierofani
dan teofani. Dalam paham ini Tuhan tidak diganti oleh perantara apapun
entah itu kosmis atau berjiwa. Dalam hierofani, pancaran dan kekuasaan
Ilahi nampak dalam alam dunia sedangkan dalam teofani, Tuhan sendiri
mengenakan wujud insani. Ia dianggap turun dari Surga untuk sementara dan
menghuni tubuh insani.
Dalam
Teologi Hindu maupun Muslim mengenal ajaran tentang Tuhan di dalam manusia.
Hinduisme dalam bentuk advaita, angsha, avatara, aradhana dan
pratistha. Sedangkan Islam dalam bentuk hulul, ittihad, ittisal, tajalli
dan wahdatul shuhud. Kedua ajaran tersebut terdapat di Indonesia
terutama dalam rangka ngelmu tasawwuf dan kebatinan. Dalam ajaran itu
setiap manusia yang telah melakukan latihan samadi dan amal saleh dianggap
dapat dikaruniai dengan pendekatan kepada Tuhan. Tetapi hal itu tidak termasuk
kepercayaan rakyat. Untuk khalayak ramai yang bergerak dalam agama asli hanya
raja-lah yang mencapai martabat tersebut. Daripadanya seluruh kawula menerima
berkah. Terdapat beberapa cara raja dipercaya mencapai tingkat dewa.
1)
Apabila
telah mencapai puncak kekuasaan (ngejawantah).
2)
Apabila
telah di sembah oleh seluruh rakyat semenjak mulai memerintah (angsha).
Kepercayaan
kepada dewa-raja ditemukan dalam prasasti-prasasti, candi-candi, kekawian dan
kidung dari zaman Hindu dan ditemukan juga dalam perayaan-perayaan seperti;
grebeg, kirab, dan tarian bedhoyo-ketawang.
F.
Sinkretisme
Dalam
zaman kemerosotan agama, sudah tidak dapat dibedakan lagi antara sekian banyak
dewa, roh dan makhluk sakti lain. Mereka semua disejajarkan dan disembah
bersama-sama. Contohnya dalam Purwaning Ajisaka karya Ki Ronggowarsito.
Nabi Musa, Isa dan Muhammad disamakan dengan Syiwa, Allah dan Rohulkudus.
2. Manusia dalam agama asli Indonesia
A.
Jiwa,
Nyawa, Sukma dan Roh
Dalam agama asli dari rumpun proto-melayu, manusia diandaikan
berjiwa dua (dua asas bukan jasmani) yang berlainan dari tubuhnya. Fungsi dari
dua asas tersebut dalam berbagai agama tidaklah sama. Umumnya diakui “adanya
jiwa selama manusia hidup”. Itulah inti kekuatan badannya dan berkat itu juga
manusia dapat berpikir, merasa dan bertindak.
Anggapan lainnya adalah “jiwa sesudah mati terpisah dari badan”.
Jiwa ini pergi ke alam baka. Terdapat perbedaan kepercayaan tentang jiwa yang
kedua ini. dia mengganti jiwa atau baru menjadi aktif pada saat kematian.
Umumnya dipercayai bahwa jika orang mati meninggalkan jasadnya sesudah upacara
penguburan selesai. Bila tak ada pemakaman atau kremasi yang wajar dia kembali
menjadi hantu. Aggapan tentang dua jiwa itu tersebar luas di seluruh Nusantara
tetapi agaknya tidak ada satu pusat penyebaran.
B.
Zat
mutlak yang mengatasi manusia dipahami secara kosmis
Menurut
paham ini manusia terdiri atas unsur jagat raya. Bila ia mati (sekali atau
berulangkali) unsur alam itu kembali kejagat raya dan pribadi manusia lebur. Paham
transformasi ini bernada mistik dan mungkin berasal dari mistik Hindu atau
Islam lalu disesuaikan dengan pemikiran kosmis dalam agama asli. Yang
dipentingkan dalam rangka agama asli adalah bukan penyatuan ala kodrat secara
definitif sehabis hidup melainkan pengalaman kesatuan sekarang. Oleh latihan
tertentu, manusia sewaktu-waktu “merasa” diri-empiris lebur dalam zat
universal. Ke-aku-annya dirasa hilang. Pengalaman kekosongan itu sengaja dituju
dengan macam-macam cara seperti; irama gendang, tari-tarian, asap dupa, jathilan
dsb. Rasa aku yang menipis akhirnya lenyap.
Lenyapnya
kesadaran diri tersebut disebut dengan berbagai nama seperti; suwung, sunya,
ilang, plengkeng, plengkomplang, ndadi, lepas darat wiyat dll. Berkat
transformasi ini manusia memperoleh kekuasaan istimewa yakni sakti, aji,
kekebalan, kemampuan untuk meramalkan masa depan dan untuk menyulap diri
menghilang. Keajaiban itu diajarkan oleh dukun atau guru ngelmu dari berbagai
aliran.
3. Alam dalam pandangan agama asli
A.
Asal-usul
dunia dan manusia
Terdapat lima
pokok yakni:
1)
Dualisme
antara alam-atas dan alam-bawah.
2)
Antara
keduanya diadakan perkawinan (hierogami).
3)
Turunan
mereka menjadi dewa penguasa dunia (teogoni), seperti; pemuka masyarakat atau leluhur
masing-masing golongan sosial atau suku bangsa (antropogoni).
4)
Antara
lambang-lambang alam-atas dan alam-bawah, antara dewa-dewa atau antara para
leluhur meletuslah pertarungan (teomakhi).
5)
Kematian
satu pihak dipandang sebagai suatu kurban diri yang menghasilkan sarana-sarana
kesejahteraan di dunia seperti; padi, pohon kelapa (mitos aitiologis).
Lima pokok itu
didandani dengan variasi tak terhingga banyaknya. Adakalanya dua pokok
dipersatukan atau sesuatu diperluas sampai detail terkecil. Contoh asal
kejadian dunia yakni; di Ambon Upanite (Dewa Langit)—Upatana (Dewi Bumi), di
Jawa Batara Guru—Tisnawati, di Sikka Lero Wulang—Ni’ang Tana dll.
Ceritera yang diikat pada asal-mula kejadian dunia bervariasi, dari
yang paling sederhana seperti; suku Punan sampai yang berbelit-belit dengan
lukisan tujuh lapis langit, sekian banyak surga firdaus, turunan manusia dan
peredaran zaman.
B.
Susunan
dunia
Pola
susunan dunia yang dipetakan dalam agama asli tidak bertujuan untuk memperbaiki
struktur dunia guna manfaat manusia, melainkan cukup menggolongkan isi dunia
menurut beberapa garis pembatasan yang disangka dapat mempermudah pandangan
dunia (klasifikasi).
1)
Astrologi
dan horoskop
Tata-falak dengan peredaran bintang-bintangnya mempesona banyak
orang yang mengira bahwa tata itulah yang menentukan gerak hidupnya. Terutama
alamat bintang kelahirannya dianggap berkuasa. Perbintangan inilah yang
dianggap menetapkan perangai, pendidikan, pencarian nafkah dan perkawinan
seseorang serta menuruti petunjuk tersebut membawa kebahagiaan, panen baik,
keluarga sejahtera dll.
Pengetahuan populer tentang perbintangan tidak didasarkan pada ilmu
falak melainkan pada pengamatan campur khayalan. Pengetahuan itu disebut
pawacekan, palintangan, ilmu nujum, palakyah dsb.
Ahli nujum disebut wariga, ia mempunyai tugas untuk
menentukan hari peresmian gedung baru simadharma (wakaf). Hasil
penelitiannya disebut primbon kelahiran. Banyak buku palintangan disusun
pada raja Hindu Indonesia selalu diperhatikan.
2)
Klasifikasi
horizontal (dualisme kosmis)
Terdapat pada suku Dayak Ngaju yang membagikan peristiwa menurut
arah ke atas, ngaju (mudik) dan arah kebawah, ngawu (hilir).
Sedangkan di Bali,ada Kaja yang
mencakup segala-galanya yang mengarah ke atas dan Kelod yang menuju ke
bawah, laut dan ke barat.
3)
Klasifikasi
dunia, waktu, peristiwa, manusia, karya benda dst
Terbagi dalam empat kategori yang ada kalanya dilengkapi dengan
yang kelima itulah yang paling umum. Contohnya di Bali, yang meliputi keempat
dimensi ruang berpola empat mata angin dengan satu pusat.
4)
Hemerologi
Yakni
ilmu yang paling dekat dengan sistem empat-lima (perhitungan hari baik dan
buruk). Hari baik dan buruk terdapat pada kesatuan tiga sampai sepuluh hari dan
memuat petunjuk untuk pertanian, pembuatan jembatan atau rumah dan dagang.
Angka nama atau huruf hari dihitung dengan almanak Dwi Sri yang terbit setiap
tahun.
5)
Sihir,
tenung dan magi
Disebut juga dinamisme meliputi dalam segala bentuk agama
asli Indonesia suatu bidang yang amat luas, kabur dan okult. Orang percaya
bahwa sejumlah benda berkhasiat baik dan benda lain bersifat jahat. Apa saja yang
sedikit luar biasa dianggap mempunyai daya gaib, seperti; keramat, angker,
pemali, tabu dsb. Daya baik kerapkali harus digunakan sedangkan daya jahat
dipakai melawan musuh (guna-guna) atau dinetralkan bagi diri sendiri.
Netralisasi ancaman masuk praktek harian dalam agama asli yang disebut tulak,
ngruwat, ngracut dsb. Biasanya terjadi dengan mengucapkan kata atau kalimat
sakti (rapal, mantera, jampi dsb).
Magi tidak bersifat religius dan sebenarnya bertentangan dengan
sikap keagamaan serta di cap an infra-religious category. Lazimnya magi
dibagi dalam bentuk khusus seperti;
a)
Magi
simpatetis, misalnya seorang suami berlagak
hamil agar istrinya mudah bersalin.
b)
Magi
protektif, untuk menghindarkan malapetaka
misalnya; ilmu kebal.
c)
Magi
destruktif, untuk merugikan orang lain entah
itu dengan perantara (racun, guna-guna) ataupun dari jauh misalnya dengan
menusuk gambar atau boneka orang lain.
d)
Magi
produktif, untuk memperoleh panen besar
e)
Magi
prognostik, untuk meramalkan masa depan
melalui denyut nadi, firasat ataupun membaca tangan.
6)
Abjad
sihir
Daftar istilah mengenai bahan, benda, sifat, peristiwa yang
berhasiat gaib akibatnya dan sarana-sarana untuk menguasainya.
v Argumen Penulis
1.
Ketuhanan dalam agama asli Indonesia
Seluruh
kepercayaan yang dijelaskan diatas diliputi oleh sifat dua ganda. Seruan hati
manusia untuk mengandalkan kekuasaan mutlak tertinggi yang mengayomi-nya
bersifat rohani. Dari situlah sikap penuh harap kepada Tuhan Pencipta
berkembang. Tetapi, bila alam semesta dikhayalkan dengan dewa dan roh maka
sikap harapan diganti oleh rasa takut. (halaman 85 paragraf pertama).
2.
Manusia dalam agama asli Indonesia
Humanisme
teosentris menjamin kesempurnaan pribadi manusia. Dualisme jiwa mengurangi
identitas manusia, paham manusia sebagai unsur alam menghancurkannya.
3.
Alam dalam pandangan agama asli Indonesia
Tuhan
mewahyukan diri dalam bentuk kosmos, peredaran musim serta penggantian waktu
sesuai dengan pasal Rom 1:20 dan Kisah Rasul 14:17
Comments
Post a Comment