Pengertian dan Ruang Lingkup Logika
1.
Pengertian
Logika
A.
Secara
Bahasa (etimologi)
Nama logika pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad 1 SM),
tetapi dalam arti seni berdebat. Alexander Aphrodisias (sekitar abad 3 M)
adalah orang yang pertama kali yang menggunakan logika dalam arti ilmu yang
menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita. Berbeda dengan Aristoteles, dia
tidak menggunakan nama logika akan tetapi menggunakan istilah lain yaitu analitica
dan dialektika. Dia juga membagi ilmu pengetahuan menjadi tiga
bagian, yaitu:
1)
Ilmu
pengetahuan praktis (ekonomi, etika dan politik).
2)
Ilmu
pengetahuan produktif (teknik dan kesenian).
3)
Ilmu
pengetahuan teoritis (fisika, matematika dan filsafat pertama).[1]
Logika berasal dari kata logikos yang
berasal dari kata benda logos yang berarti sesuatu yang diutarakan suatu
pertimbangan akal pikiran, kata, percakapan atau ungkapan lewat bahasa. Sebagai
suatu ilmu, logika disebut logike episteme (logica scientia) yang
berarti ilmu logika namun sekarang ini lazimnya disebut logika saja.
B.
Secara
Istilah (terminologi)
Dalam
sejarah perkembangan logika telah banyak definisi yang dikemukakan oleh para
ahli yang secara umum memiliki banyak persamaan. Dari banyaknya definisi yang
pernah dibuat oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa logika adalah cabang
filsafat yang mempelajari, menyusun, mengmbangkan dan membahas asas-asas,
aturan-aturan formal, prosedur-prosedur serta kriteria yang benar bagi
penalaran dan penyimpulan demi mencapai kebenaran yang dapat dipertanggung
jawabkan secara rasional.[2]
2.
Ruang
Lingkup Logika
Menurut The Liang Gie, logika dibagi menjadi lima macam, yaitu:
1)
Logika
dilihat dari maknanya
a.
Logika
makna luas
b.
Logika
makna sempit
2)
Logika
dilihat dari prosesnya
a.
Logika
deduktif (banyak sampel)
b.
Logika
induktif (sedikit sampel)
3)
Logika
dilihat dari cara pandangnya
a.
Logika
material
b.
Logika
formal
4)
Logika
murni (tersusun secara sistematis) dan terapan (dipakai dalam keseharian)
5)
Logika
filsafat dan logika matematika.
Adapun ruang
lingkup logika, yaitu:
1)
Categoriae
(mengenai pengertian-pengertian)
2)
De
Interpretatiae (mengenai keputusan-keputusan)
3)
Analitica
Priora (tentang silogisme)
4)
Analitica
Posteriora (mengenai pembuktian-pembuktian)
5)
Topica
(mengenai debat): tesis, antitesis dan sintesis.
6)
De
Sophistichis elincis (tentang kesalahan berpikir).[3]
Tujuan,
Manfaat dan Tugas Logika
A.
Tujuan
Logika
1.
Sebagai
tulang punggung ilmu pengetahuan sehingga menghasilkan pengetahuan yang tepat
lagi benar.
2.
Memelihara
dan mempertajam intelektual
3.
Memperluas
dan membentuk pengetahuan.
B.
Manfaat
Logika
1.
Memelihara
dari kesalahan berpikir.
2.
Melatih
jiwa dan memperhalus jalan pikiran.
3.
Menjadikan
orang melakukan analisis.
C.
Tugas
Logika
1.
Menyesuaikan
pemikiran dengan kenyataan
2.
Memelihara
pengetahuan dari emosi.
3.
Membentuk
pengetahuan yang tepat
4.
Mengatur
pola pikir serta tindakan dan perilaku manusia.
Objek
Logika
A.
Term
Adalah kata atau beberapa kata yang memiliki satu pengertian yang
membuat konsep menjadi nyata. Jadi, term adalah pernyataan lahiriah dari
konsep. Hanya kata atau kesatuan kata-kata yang menyatakan konsep saja yang
dapat disebut sebagai term logika. Dengan demikian, tidak semua kata dapat
menjadi term logika walaupun setiap term logika pasti terdiri atas satu kata
atau lebih.[4]
1.
Jenis-jenis
Term
a.
Berdasarkan
Kandungan Makna
1)
Positif
Apabila ada
suatu kata yang mengandung penegasan adanya sesuatu seperti gemuk (adanya
daging), kaya (adanya harta-benda) dan pandai (adanya ilmu).
2)
Negatif
Apabila diawali
dengan salah satu dari kata tidak, tak, non atau bukan. Contohnya tidak gemuk,
tak kurus dan bukan kaya.
3)
Privatif
Apabila
mengandung makna tidak adanya sesuatu seperti kurus (tidak ada daging), miskin
(tidak ada harta)dan bodoh (tidak adanya ilmu).
b.
Berdasarkan
Kuantitas Objeknya
1)
Universal
Apabila ia
mengikat keseluruhan bawahannya tanpa terkecuali seperti rumah, kursi, hewan,
tumbuhan dan manusia dll.
2)
Partikular
Apabila ia mengikat
bawahan yang banyak tetapi tidak mencakup keseluruhan anggota yang diikatnya
seperti sebagian manusia, beberapa manusia, ada manusia, banyak manusia, tidak
semua manusia dan sebagian besar manusia.
3)
Singular
Apabila ia
mengikat bawahannya hany satu. Dapat dibedakan menjadi:
a)
Nama
unik adalah nama yang memberikan keterangan penjelasan suatu objek seperti
presiden indonesia yang pertama, sungai terpanjang di dunia, orang terpendek di
dunia dll.
b)
Nama
diri adalah nama yang diberikan kepada orang atau barang untuk tujuan
identifikasi seperti Hasan, Fatimah, Kusen, Himalaya, Sahid Hotel, Taman Mini
Indonesia Indah dll.
4)
Kolektif
Apabila ia
mengikat sejumlah barang yang mempunyai persamaan fungsi yang membentuk suatu
kesatuan seperti regu, tim, kesebelasan, panitia, dewan dll. Sehingga bertujuan
pada keseluruhan yang terikat bukan individunya.
c.
Berdasarkan
Wujudnya
1)
Konkret
Apabila ia
menunjuk kepada suatu benda, orang atau apa saja yang mempunyai eksistensi
tertentu seperti buku, kursi, rumah, kuda dll.
2)
Abstrak
Apabila ia
menunjuk kepada sifat, keadaan, kegiatan yang di lepas dari objek tertentu
seperti kesehatan, kebodohan, kekayaan, kepandaian dll.[5]
3)
Nihil
Apabila ia
menunjuk kepada suatu yang tidak terlihat oleh panca indera. Seperti malaikat,
ruh, dosa, pahala dll.[6]
d.
Berdasarkan
hubungan
1)
Mutlak
Apabila ia
dapat dipahami dengan sendirinya tanpa membutuhkan hubungan dengan benda lain
seperti buku, rumah, kuda dll.
2)
Relatif
Apabila ia
selalu ada hubungannya dengan benda lain seperti ayah-ibu, pemimpin-rakyat,
suami-istri dll.[7]
3)
Kontradiktoris
Seperti
hidup-mati, benar-salah dll.
4)
Kontaris
Seperti
panas-dingin, hitam-putih dll.[8]
e.
Berdasarkan
ketepatan makna
1)
Univok
Kata yang
mempunyai satu makna yang jelas seperti pulpen, pensil, botol dll.
2)
Equivok
Kata yang mempunyai
makna ganda seperti bunga bisa bermakna tanaman, bisa juga tambahan nilai dari
sejumlah uang dan bulan bisa bermakna planet bisa juga panjang waktu yang
jumlahnya ± 30 hari.
3)
Analog
Kata yang
mempunyai makna yang berbeda dengan makna aslinya tetapi masih mempunyai
persamaan juga. Seperti kursi kayu jati lebih kuat dari kursi rotan serta para
kader partai yang begitu sengit memperebutkan kursi.[9]
2.
Proposisi
Proposisi
adalah unit terkecil dari pemikiran yang mengandung maksud sempurna. Proposisi
itu sendiri masih bisa di analisis lagi menjadi kata-kata tetapi kata-kata
hanya menghadirkan pengertian sesuatu bukan maksud/pemikiran sesuatu.
Semua
pernyataan pikiran yang mengungkapkan keinginan dan kehendak tidak dapat di
nilai benar dan salahnya bukanlah proposisi seperti semoga Tuhan selalu
melindungimu, ambilkan aku segelas air dan alangkah cantiknya gelas itu.
a.
Macam-macam
proposisi dilihat dari sumbernya
1)
Proposisi
analitik (proposisi a priori)
Predikatnya
mempunyai pengertian yang sudah terkandung pada subjeknya seperti kuda adalah
hewan. Kata hewan pada contoh tersebut adalah kuda sehingga untuk menilai
benar/salahnya proposisi ini kita lihat dari ada atau tidaknya pertentangan
dalam diri pernyataaan itu.
2)
Proposisi
sintetik (proposisi a posteriori)
Predikatnya
mempunyai pengertian yang bukan menjadi keharusan bagi subjeknya seperti mangga
ini manis. Kata manis pada contoh tersebut pengertiannya belum terkandung pada
subjeknya yaitu mangga. Sehingga untuk mendapatkan alasan tersebut harus
dilakukan sebuah penelitian ilmiah.[10]
b.
Macam-macam
proposisi dilihat dari bentuknya
1)
Proposisi
kategorik
Proposisi yang
menerangkan identitas atau kebendaan dua konsep objektif. Identitas/kebendaan
yang diterangkan dapat formal/objektif serta dapat utuh/parsial. Terdiri dari
tiga buah unsur, yaitu:
a)
Subjek
(hal yang diterangkan)
b)
Predikat
(hal yang menerangkan)
c)
Hal
yang mengungkapkan hubungan antara subjek dan predikat.
2)
Proposisi
hipotetik
Proposisi yang
antara bagian-bagiannya terdapat hubungan depedensi (ketergantungan), oposisi,
kesamaan dll.
3)
Proposisi
disjungtif
Proposisi yang
dua bagiannya dihubungkan dengan kata apabila dan jika tidak dll. Seperti jika
dunia berputar maka dunia bergerak.[11]
Logika
dan Bahasa
A.
Logika
Sebagai manusia yang telah dibekali
oleh Allah Swt dengan beragam alat pengetahuan misalnya: indera, akal dan hati.
Ketiga alat pengetahuan itu merupakan modal dasar yang sangat penting bagi
manusia dan memungkinkannya untuk mendapatkan pengetahuan. Logika adalah ilmu
berpikir yang tepat yang dapat menunjukkan adanya kesalahan berpikir.
B.
Bahasa
Bahasa adalah alat berpikir, alat menyampaikan pikiran sekaligus
perasaan. Misalnya melalui bahasa isyarat, bahasa tertulis maupun bahasa lisan.
Bahasa yang baik dan benar hanya dapat tercipta apabila ada kebiasaan/kemampuan
dasar setiap orang untuk berpikir logis.[12]
Oleh karena itu bahasa mempunyai beberapa fungsi diantaranya sebagai berikut.
1)
Fungsi
informatif
Yaitu pemakaian
bahasa untuk menyampaikan informasi yakni merumuskan, membenarkan atau menolak
proposisi serta memberikan argumentasi atas suatu hal.
2)
Fungsi
ekspresif
Yaitu bahasa
sebagai alat untuk menyampaikan perasaan dan sikap. Misal: pemakaian bahasa
dalam puisi.
3)
Fungsi
direktif
Yaitu pemakaian
bahasa untuk menyebabkan atau menghalangi suatu perilaku. Misal:
perintah/permintaan terhadap sesuatu.[13]
4)
Fungsi
simbolis
Yakni pemakaian
bahasa untuk menyampaikan pernyataan-pernyataan atas sesuatu.[14]
Hubungan logika dan bahasa
Setidaknya terdapat tiga hubungan antara logika dengan bahasa yaitu
sebagai berikut.
1.
berlogika
merupakan hasil dari bahasa.
2.
Apabila
pemakaian bahasa itu tepat maka berlogikanya juga tepat.
3.
Bahasa
merupakan dasar dari berlogika.[15]
Manusia,
Pengetahuan dan Logika
A.
Manusia
dan pengetahuan
Manusia diberkahi dengan berbagai
kemampuan untuk hidup dan bertahan hidup misalnya mempunyai akal untuk
berpikir, hati untuk merasakan sesuatu dan panca indera untuk menangkap wujud
yang ada di sekitarnya. Interaksi manusia dengan lingkungan menghasilkan
pengetahuan. Dalam menyusun pengetahuan yang dimiliki manusia berbeda dengan
binatang. Binatang mengembangkan pengetahuan yang khusus bagi kelangsungan
hidupnya sedangkan manusia menyusun pengetahuannya sebagai bagian dari
kebudayaan.
Metode berpikir ilmiah mempunyai
peranan penting dalam membantu manusia untuk memperoleh pengetahuan barunya
dalam menjalankan kehidupannya. Ada empat cara manusia memperoleh ilmu
pengetahuan yaitu sebagai berikut.
1.
Berpegang
kepada sesuatu yang telah ada
2.
Merujuk
pada pendapat ahli
3.
Berpegang
pada intuisi (hati)
4.
Menggunakan
metode ilmiah.
Dari keempat itulah manusia
memperoleh pengetahuannya sebagai pelekat dasar kemajuannya. Namun cara yang
keempat ini sering disebut sebagai cara ilmuan dalam memperoleh ilmu. Ilmuan
biasanya bekerja secara sistematis, berlogika dan menghindari diri dari
pertimbangan subjektif dari sinilah timbul rasa tidak puas terhadap pengetahuan
yang berasal dari orang awam, mendorong kelahiran filsafat. Filsafat menyelidik
ulang semua pengetahuan manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang hakiki.
Ilmuan mempunyai falsafah yang sama yakni menyelesaikan masalah dengan
menggunakan metode ilmiah.[16]
B.
Logika
Sebagai ilmu, logika disebut dengan logika episteme atau ilmu
logika yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat dan
teratur. Dalam hal ini, ilmu mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui
kecakapan dan kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan kedalam
tindakan.
Logika dan penalaran, bagai dua sisi mata uang yang tak bisa
dilepaskan. Keduanya saling berhubungan dan berkaitan satu sama lain. Penalaran
merupakan aktivitas berpikir secara teratur dengan pola pikir tertentu. Namun
tidak semua aktivitas berpikir bersifat nalar. Penalaran dalam kegiatan
keilmuan ditujukan untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Untuk itu maka penalaran harus menggunakan
pola pikir tertentu dan memerlukan “alat” yang dapat membantu menemukan
kebenaran.
Kepercayaan merupakan dasar bagi semua pengetahuan yang diperoleh
manusia selama menjalankan kehidupan. Kita menggunakan logika karena kita
percaya bahwa logika akan membawa pada kesimpulan yang benar. Proses penarikan
kesimpulan yang benar dengan menggunakan pernyataan-pernyataan yang benar akan
membawa kita pada kebenaran juga.[17]
Sejarah
Perkembangan Logika
Menurut
sebagian kisah sejarah Zeno dari Citium (± 340-265 SM) disebutkan bahwa tokoh
Stoa adalah yang pertama kali menggunaka istilah logika. Namun demikian, akar
logika sudah terdapat dalam pikiran dialektis para filsuf mazhab Elea. Mereka
telah melihat masalah identitas dan perlawanan asas dalam realitas. Tetapi kaum
sofislah yang membuat pikiran manusia sebagai titik api pemikran eksplisit.
1.
Zaman
Yunani Kuno
A.
Tokoh
1)
Thales
(abad ke-6 SM/624-548 M)
Mengatakan
bahwa arche atau prinsip alam semesta adalah air. Menurut prinsipnya ini
beranggapan bahwa air mempunyai berbagai macam bentuk: cair, beku dan uap. Ia
mengemukakan dugaan bahwa bahan makanan semua makhluk memuat zat lembab dan
demikian halnya dengan benih pada semua makhluk hidup.
2)
Anaximandros
(antara 610 dan 540 SM)
Mengatakan
bahwa arche alam semesta adalah to apeiron yang tak terbatas.
Apeiron itu bersifat ilahi, abadi dan tak berubah. Oleh karena itu apeiron
timbul akibat suatu penceraian maka melepaskan unsur-unsur yang berlawanan.
Unsur-unsur itu selalu perang satu sama lain, tetapi apabila satu unsur menjadi
dominan maka keadaannya dirasakan tidak adil. Keseimbangan neraca harus
dipulihkan kembali. Jadi ada satu hukum yang menguasai unsur-unsur dunia dan
hukum itu dinamakan Etis/keadilan (dike).
3)
Anaximenes
(585-528 SM)
Mengatakan
bahwa arche alam semesta adalah udara, karena udara seperti jiwa yang
menjamin kesatuan tubuh makhluk hidup dan melingkupi segala-galanya. Jiwa
sendiri juga tidak lain dipupuk dengan bernapas. Udara melahirkan semua benda
alam semesta karena suatu proses pemadatan dan pengenceran.
4)
Phytagoras
(500 SM)
Bilangan adalah
arche.
5)
Herakleitos
(624-548 SM)
Api adalah
arche karena api melambangkan kesatuan dalam perubahan.
6)
Parmenides
(515 SM)
Arche adalah
diam dan tak bergerak.
7)
Empedokles
(492-432 SM)
Mengatakan
bahwa realitas seluruhnya tersusun atas empat anasir yaitu api, air, udara,
tanah.
8)
Anaxagoras
(449-428 SM)
Mengatakan
bahwa perubahan-perubahan pada empat anasir adalah benih-benih/roh/rasio yang
disebut dengan nous. Nous tidak bercampur dengan benih-benih dan
terpisah dari sebuah benda. Dengan kata lain, tentang nous tidak boleh
dikatakan bahwa semua terdapat di dalamnya. Nous itu mengenal segala
sesuatu dan menguasai segala sesuatu.
9)
Democritos
dan Leucipos (460-370 SM)
Mengatakan
bahwa arche berasal dari atom, karena mereka berfikir bahwa unsur-unsur tidak
dapat di bagi-bagi lagi karenanya unsur-unsur itu diberi nama atom yang berasal
dari kata atomus yang terdiri dari dua kata yaitu a yang berarti tidak dan
tomus yang berarti terbagi.[18]
B.
Kemunculan
logika Yunani Kuno
Melihat kondisi
sosial bangsa Yunani pada saat itu yang meyakini adanya mitos, takhayul,
dongeng serta dewa-dewa yang menciptakan alam semesta. Oleh karena itu, para
filosof mencoba memecahkan rahasia alam dan keluar dari dogma mitos tersebut
dan tokoh pelopornya adalah Thales yang beranggapan bahwa arche adalah air.
Setelah itu tokoh-tokoh lain juga ikut bermunculan untuk menyampaikan
pendapatnya/sanggahan terhadap teori yang sudah ada.
C.
Kemunduran
logika Zaman Yunani Kuno
Berawal dari
kemunculan tokoh socrates yang mempelopori ajarannya menyangkut
persoaln-persoalan manusia.
2.
Abad
Pertengahan
Pada
abad ke-5 sampai 17 M, pada abad ini lahir konsep logika agama, dimana
kebenaran berpatokan kepada kebenaran-kebenaran wahyu, karena adanya dialog
terbuka antara filsafat dan agama, pada abad ini dikenal kaum patristik dan
scolastik, adapun tokmoh-tokohnya ialah:
·
Filsuf
Kristen : Agustinus, Boethinus, dll.
·
Filsuf
Muslim : Al-Kindi, Al-Farobi, Ibnu Sina, dll.
·
Filsuf
Yahudi : Miamonedes dan Gersomedes[19]
3.
Zaman
Modern
Pemikirannya
berdasarkan logika Aristoteles yang rancangan utamanya bersifat deduktif
silogistis dan menunjukkan adanya tanda-tanda induktif berhadapan dengan dua
bentuk metode pikiran lainnya yaitu logika fisika induktif murni oleh Francis
Bacon dan logika matematika deduktif murni oleh Rene Descartes.
A.
Gottfried
Wilhelm Leibniz (1646-1716 M)
Dengan rencana
calculus universalnya, menurut kenyataannya mendasari munculnya logika
simbolis. Tujuannya adalah untuk menyedehanakan kerja jiwa dan untuk lebih
dapat memperoleh kepastian.
B.
John
Stuart Mill (1806-1873 M)
Berharap dan
berkeyakinan bahwa jasa metode induktifnya sama besarnya dengan jasa
Aristoteles. Adapun rumusan metode induktif dimaksudkan untuk menemukan
hubungan kausal antara fenomena (gejala).
C.
Henry
Newman
Menurutnya
terdapat tiga bentuk pemikiran yaitu:
1)
Formal
inference yakni bentuk pemikiran yang dapat memberi kepastian matematis yang
didambakan oleh mereka yang berpikiran rasionalistis.
2)
Informal
inference yakni bentuk pemikiran yang merupakan sarana untuk mengetahui
benda-benda individul konkret.
3)
Natural
inference yakni bentuk pemikiran kita sehari-hari.
4.
Dunia
sezaman
A.
Hegel
(1770-1831)
Karyanya
merupakan kelanjutan dari tesis Kant yang berbunyi pengalaman dapat diketahui
apabila sesuai dengan struktur pikiran.
Daftar
Pustaka
Sutrisno,
Aliet Noorhayati. 2015. Pengantar Logika.
(Cirebon: CV. Confident).
Bertens.
1999. Sejarah Filsafat Yunani. (Yogyakarta: Kanisius).
Suriamantri,
Jujun S. 1978. Ilmu dalam Perspektif. (Jakarta: Gramedia Obor).
Suseno,
Frans Magnis. 1992. Filsafat Sebagai Ilmu
Kritis. (Yogyakarta: Kanisius).
Mundiri.
2008. Logika. (Jakarta: RajaGrafindo Persada).
Poepoprodjo.
2007. Logika Scientifika. (Bandung:
Pustaka Grafika).
Poepoprodjo.
1999. Logika Scientifika. (Bandung:
Pustaka Grafika).
Rapar, Jan Hendrik. 2000. Pengantar Logika: Asas-asas Penalaran
Sistematis. (Jogjakarta: Kanisius).
Surajiyo
dkk. 2005. Dasar-dasar Logika. (Jakarta: Bumi Aksara).
[1] Surajiyo
dkk, 2005, Dasar-dasar Logika, (Jakarta: Bumi Aksara).
[2] Jan
Hendrik Rapar, 2000, Pengantar Logika: Asas-asas Penalaran Sistematis,
(Jogjakarta: Kanisius).
[4] Jan
Hendrik Rapar, 2000, Pengantar Logika: Asas-asas Penalaran Sistematis, (Jogjakarta:
Kanisius).
[5] Mundiri,
2008, Logika, (Jakarta: RajaGrafindo Persada).
[7] Mundiri,
2008, Logika, (Jakarta: RajaGrafindo Persada).
[9] Mundiri,
2008, Logika, (Jakarta: RajaGrafindo Persada).
[10] Ibid,.
[12] Aliet Noorhayati Sutrisno, 2015,
Pengantar Logika, (Cirebon: CV.
Confident).
[13] Poepoprodjo, 1999, Logika Scientifika, (Bandung: Pustaka
Grafika).
[14] Aliet Noorhayati Sutrisno, 2015,
Pengantar Logika, (Cirebon: CV.
Confident).
[15]
Mundiri, 2008, Logika, (Jakarta: RajaGrafindo Persada).
[16] Frans
Magnis Suseno, 1992, Filsafat Sebagai Ilmu
Kritis, (Yogyakarta: Kanisius).
[17] Jujun S
Suriamantri, 1978, Ilmu dalam Perspektif, (Jakarta: Gramedia Obor).
[18]
Bertens, 1999, Sejarah Filsafat Yunani, (Yogyakarta: Kanisius).
(y)ijin copy gan.. bagus artikelnya, lengkap, ada sumbernya juga
ReplyDelete(y)ijin copy gan.. bagus artikelnya, lengkap, ada sumbernya juga
ReplyDelete